MENAPAKI PERUBAHAN YANG HAKIKI'

13 Januari 2018 | Artikel | 2642 | Admin

 

Sungguh, membangun dukungan sosial untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan balita di tengah masyarakat yang semula tabu membicarakan masalah kesehatan reproduksi dan terikat banyak aturan adat, tidaklah mudah. Namun, seiring intensnya informasi yang diberikan, baik oleh bidan, perawat, dokter, penyuluh kesehatan dari Dinas Kesehatan dan CD Bethesda, maka kesadaran masyarakat pun mulai terbuka. Pemberian informasi ini dilakukan melalui kegiatan posyandu, kelas ibu hamil, pertemuan warga dan sebagainya menyangkut kesehatan reproduksi, perawatan ibu hamil, perawatan pasca melahirkan, perawatan bayi dan balita, pemberian ASI eksklusif dan sebagainya.

Persalinan di Puskesmas

Tidak terduga, kesadaran yang paling awal muncul datang dari seorang dukun bayi di Alor yang berkomitmen untuk tidak mau lagi menolong persalinan di rumah. Kini, dia hanya bersedia menghantarkan ibu yang akan melahirkan ke puskesmas terdekat. Sama seperti pada waktu masih menjadi dukun bayi, rumahnya diketok jam berapa pun dia bersedia menghantarkan, meskipun harus berjalan kaki. Kini, hampir semua ibu hamil di desanya sudah melahirkan di puskesmas dari sebelumnya hampir semua melahirkan di rumah dan ditolong dukun bayi.

Dalam perkembangannya, bukan hanya dukun bayi, namun Tim Kesehatan Desa dan kader posyandu pun aktif memotivasi dan mengantar ibu hamil untuk periksa kehamilan dan melakukan persalinan di Puskesmas. Kesadaran berikutnya muncul dari ibu-ibu hamil yang mulai rutin melakukan penimbangan di posyandu tiap bulan dan mendapat pemeriksaan kesehatan tiap tiga bulan sekali dari bidan puskesmas.

Peningkatan kesadaran ibu hamil dan pasangannya tentang persalinan yang aman dan diikuti perubahan perilaku bersalin ibu hamil juga muncul di wilayah lain. Jika melihat data tahun 2015 di wilayah Malaka, dari 220 ibu melahirkan, sebanyak 107 orang (48,6%) melahirkan di Puskesmas dan 113 orang (51,4%) melahirkan di rumah dengan dibantu tenaga kesehatan. Sementara pada pertengahan 2017, sudah terjadi perubahan yaitu dari 82 ibu melahirkan, jumlah ibu yang bersalin di puskesmas sebesar 81 orang (99%) dan di rumah dengan dibantu dukun terlatih 1 orang (1%). Dengan demikian ada peningkatan ibu yang melahirkan di Puskesmas dari 48,6% menjadi 99%.

Di wilayah Sumba Timur, pada tahun 2015 dari 767 ibu melahirkan, sebanyak 415 orang (54,1%) melahirkan di Puskesmas dan 352 orang (45,9%) melahirkan di rumah dengan dibantu tenaga kesehatan. Perubahan yang terjadi berdasar data pertengahan tahun 2017, dari 102 ibu melahirkan, jumlah ibu yang bersalin di puskesmas sebesar 90 orang (88,2%), di Pustu 4 orang (3,9%), di rumah dengan dibantu bidan 1 orang (1,0%), di rumah dengan dibantu dukun terlatih 2 orang (1,9%) dan lain-lain 5 orang (5,0%). Dengan demikian ada peningkatan prosentase ibu yang melahirkan di puskesmas dari 49,3% menjadi 88,2%.

Sedangkan di wilayah Alor sendiri, berdasarkan data pada periode Agustus 2015-Juli 2016, dari 103 ibu melahirkan, sebanyak 7 orang (6,8%) bersalin di puskesmas, 38 orang (36,9%) melahirkan di rumah dibantu bidan, dan 58 orang (56,3%) melahirkan di rumah dengan ditolong dukun terlatih. Dan perubahan yang terjadi berdasar data pertengahan tahun 2017, dari 103 ibu melahirkan, jumlah ibu yang bersalin di puskesmas sebesar 33 orang (32,0%), di Pustu 14 orang (13,6%), di rumah dengan dibantu bidan 16 orang (15,5%), di rumah dengan dibantu dukun terlatih 35 orang (33,9%) dan lain-lain 5 orang (4,8%). Dengan demikian sudah ada peningkatan ibu yang bersalin di Puskemas dari 6,8% menjadi 32,0%.

Dukungan Sosial untuk Ibu Melahirkan di Puskesmas

Perubahan perilaku ini tidak lepas dari semakin meningkatnya dukungan sosial dari masyarakat terhadap upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak, antara lain berupa iuran per keluarga untuk mendukung transportasi ibu melahirkan dan penyediaan sepeda motor untuk antar jemput ibu hamil yang akan melahirkan di Puskesmas. Seperti di desa Maktihan - Malaka,  ada kegiatan arisan dari Tim Kesehatan Desa yang sebagian digunakan untuk mendukung transport ibu yang melahirkan di Puskesmas. Sampai pertengahan 2017, sudah ada 9 ibu melahirkan yang dibantu dari hasil arisan ini, masing masing mendapatkan Rp 50.000. Ada juga dukungan pemerintah desa Naas Malaka dalam bentuk penyediaan 11 sepeda motor untuk antar jemput ibu hamil yang akan melahirkan di Puskesmas. Beberapa desa juga sudah mengalokasikan dana desa untuk biaya transportasi ibu hamil yang bersalin di Puskesmas serta pengadaan alat-alat kesehatan di Polindes dan Posyandu.

Desa-desa di wilayah Puskesmas Nggoa – Sumba Timur setiap bulan menyumbangkan beras untuk konsumsi di rumah tunggu bagi keluarga ibu bersalin. Beras ini dikumpulkan dari pemotongan beras bantuan pemerintah yang diterima per keluarga. Ada pula kelompok ibu hamil yang membuat kesepakatan menabung untuk persiapan persalinan. Di desa Moubokul – Sumba Timur, masyarakat secara sukarela mengumpulkan iuran yang dikelola kader. Hasil iuran ini antara lain dipinjamkan kepada ibu bersalin. Di desa Kamaifui – Alor, masyarakat mengumpulkan kemiri untuk pembelian tempat tidur untuk persalinan di Poskesdes. Hasil penjualan kemiri ini senilai Rp 530.000.

Guna mendukung persiapan donor darah jika terjadi kasus saat persalinan, Tim Kesehatan Desa dan pemdes di desa Probur – Alor bekerjasama dengan PMI Kabupaten Alor melakukan cek golongan darah bagi bumil dan masyarakat umum. Kegiatan ini dilakukan sebab sebagian besar masyarakat di sana belum mengetahui golongan darahnya.

Dukungan Sosial untuk Perawatan Bayi dan Balita

Dukungan sosial bukan hanya untuk membuat ibu hamil bisa lebih tenang dan nyaman selama kehamilan dan proses melahirkan di puskesmas, namun juga dukungan untuk perawatan bayi dan balita. Seperti dukungan bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya sampai usia 6 bulan dan iuran untuk pengolahan bahan pangan lokal di Posyandu. Seperti kegiatan di empat desa di Malaka (Loofoun, Naas, Lamudur dan Ferekmodok), ibu hamil, ibu yang memiliki balita bersama Tim Kesehatan Desa mengumpulkan iuran untuk pengolahan bahan pangan lokal di Posyandu untuk meningkatkan gizi, antara lain membuat lapis singkong dan puding marungga.

Demikian juga Tim Kesehatan Desa dan masyarakat di empat desa Alor (Taman Mataru, Mataru Timur, Pintumas dan Kafelulang) mengumpulkan iuran untuk pemberian makanan tambahan bagi balita dan ibu menyusui di Posyandu. Iuran berupa ubi dan pisang yang kemudian dibuat menjadi tepung. Bahan tepung ini diolah menjadi aneka kue kukus pisang, cake pisang dan cokies ubi. Selain itu, ada juga pemberian bubur kacang hijau, wedang secang, jamu penambah nafsu makan dan kunyit asam. Di wilayah Sumba Timur, ibu balita di empat desa (Makamenggit, Palakahembi, Watumbaka dan Kambatatana) mengumpulkan iuran seribu rupiah yang disebut GESER (gerakan seribu) per bulan untuk pemberian makanan tambahan dari bahan pangan lokal di Posyandu.

Dukungan untuk memelihara kesehatan ibu dan anak juga dilakukan Tim Kesehatan Desa bersama ibu dengan bayi dan balita di delapan desa (Besikama, Loofoun, Naas, Wederok, Lamudur, Ferekmodok, Laleten dan Umalawain) di Malaka yang mempraktekkan membuat ramuan obat tradisional. Ramuan yang dibuat antara lain dalam bentuk instan jahe, instan kunyit, minyak urut, minyak luka, minyak telon dan jamu bersalin. Dana untuk praktek ini berasal dari iuran ibu dengan bayi dan balita. Sementara di Sumba Timur, Tim Kesehatan Desa di empat desa (Tanatuku, Praihamboli, Palakahembi dan Watumbaka) melakukan pembibitan pohon kelor dan kemudian dibagikan ke ibu hamil serta ibu bayi dan balita untuk ditanam di pekarangan rumah masing-masing. Nantinya pemanfaatan daun kelor ini diharapkan dapat meningkatkan gizi keluarga.

Masih banyak bentuk-bentuk dukungan sosial yang sudah terjadi, baik dari pemerintah desa, Tim Kesehatan Desa, dukun bayi atau dukun kampung, bidan desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat desa secara luas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bahkan dengan kebijakan nasional tentang Dana Desa, saat ini, melalui kesepakatan Musrenbangdes beberapa desa sudah mengalokasikan dana desa untuk mendukung kegiatan kesehatan ibu dan anak. Ada yang mengalokasikan untuk pelatihan pangan lokal, pelatihan obat tradisional, menambah insentif untuk kader kesehatan, pengembangan kebun herbal dan pangan lokal, penambahan sarana posyandu, dan sebagainya.

Ke depan, agar dana desa yang ada bisa lebih dioptimalkan untuk pengelolaan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah dimiliki kader kesehatan bisa lebih terorganisir dan berkelanjutan, maka perlu dibuat kelompok-kelompok usaha berdasarkan ketrampilan yang sudah dimiliki tersebut. Misalnya usaha pembuatan makanan dari bahan pangan lokal yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di desa, misalnya untuk acara pertemuan warga, pertemuan desa atau acara keluarga. Atau usaha pembuatan obat tradisional yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk merawat kesehatan dasarnya. Namun, semua usaha itu juga tetap harus mendukung pelayanan kesehatan ibu dan anak di Posyandu dan Puskesmas.

Inisiatif Kesehatan untuk Mengatasi Penyakit Menular

Bukan hanya berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak, perubahan sikap dan perilaku masyarakat juga terjadi berkaitan dengan penyakit menular. Jika sebelumnya menganggap pasrah dengan kondisi batuk-batuk lama yang tidak sembuh meski sudah minum obat, kini ada kesadaran untuk memeriksakan dahak agar bisa dicek di laboratorium untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit menular tuberkulosis (TB). Perubahan ini tidak lepas dari peran kader kesehatan yang tanpa kenal lelah melakukan sosialisasi, kampanye dan keliling dari rumah ke rumah orang yang dicurigai (suspek) TB untuk mengambil pot dahak dan diserahkan ke petugas kesehatan. Selain mengambil pot dahak langsung ke rumah suspek, seringkali kader kesehatan juga memotivasi dan mengantar suspek untuk melakukan tes laboratorium di Puskesmas.

Penemuan kasus TB melalui upaya yang dilakukan kader kesehatan bekerjasama dengan Puskesmas ini tidaklah sia-sia. Setiap semester hampir selalu ditemukan kasus baru. Berdasarkan data, khusus semester pertama tahun 2017, dari 12 desa mitra di wilayah Malaka terdapat 69 klien TB, terdiri dari 22 laki-laki dan 47 perempuan. Sudah ada 9 orang yang dinyatakan sembuh, 1 orang meninggal dan sisanya masih menjalani pengobatan. Sementara di Sumba Timur, dari 10 desa mitra saat ini terdapat 33 klien TB, terdiri dari 17 laki-laki dan 16 perempuan, semuanya masih dalam proses pengobatan.

Perubahan sikap dan perilaku ini diawali dari inisiatif kesehatan yang muncul dari masyarakat sebagai kesepakatan bersama untuk mendukung upaya penanggulangan penyakit menular. Bentuk inisiatif kesehatan yang disepakati di masing-masing desa cukup beragam, antara lain pendataan dan pemeriksaan suspek TB dan kusta bekerjasama dengan Puskesmas, kerja bakti membersihkan lingkungan untuk pemberantasan sarang nyamuk, pembuatan wc darurat, pembuatan lubang tempat sampah, penanaman tanaman obat serta sosialisasi penyakit menular.

Inisiatif kesehatan untuk melakukan penjaringan suspek TB dalam periode ini muncul dari Tim Kesehatan Desa dan masyarakat di enam desa (Maktihan, Besikama, Wederok, Lamudur, Leunklot dan Umalawain) di Malaka. Ada 76 orang suspek yang diperiksa dahaknya dan 8 orang (10,5%) diantaranya dinyatakan positif TB. Inisiatif yang sama juga muncul dari Tim Kesehatan Desa di enam desa (Praikarang, Praihamboli, Palakahembi, Moubokul, Watumbaka dan Kambatatana) di Sumba Timur. Mereka bekerjasama dengan Puskesmas setempat melakukan penjaringan suspek dan pemeriksaan TB. Hasilnya dari 200 orang suspek, ada 29 orang (14,5%) yang dinyatakan positif TB. Sementara inisiatif dari masyarakat dan Tim Kesehatan Desa di lima desa (Taman Mataru, Pintumas, Kafelulang, Wolwal Selatan dan Probur) di Alor untuk melakukan screening TB bekerjasama dengan Psukesmas setempat, mendapatkan 73 orang suspek (31 laki-laki dan 42 perempuan). Namun, setelah dicek di laboratorium, semuanya dinyatakan negatif.

Inisiatif kesehatan masyarakat untuk upaya pencegahan malaria antara lain dilakukan dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Seperti yang dilakukan masyarakat di tiga desa (Fafoe, Oanmane dan Lalaten) di Malaka yang membersihkan lingkungan dan menimbun tempat-tempat yang bisa menjadi kubangan air sehingga tidak menjadi sarang nyamuk malaria. Demikian juga Tim Kesehatan Desa, Pemerintah Desa, tenaga kesehatan dan masyarakat di enam desa (Mataru Timur, Mataru Utara, Kamaifui, Kafelulang, Probur dan Probur Utara) di Alor yang melakukan pembersihan tempat-tempat yang bisa menjadi sarang nyamuk.

Guna mencegah penularan penyakit diare, penyakit kulit dan menular lainnya yang diakibatkan sanitasi yang buruk, masyarakat di enam desa (Makamenggit, Praikarang, Tadulla Jangga, Tanatuku, Moubokul dan Kambatatana) di Sumba Timur bekerjasama dengan Puskesmas berinisiatif melakukan kerja bakti ‘Jumat Bersih’. Kerja bakti ini diarahkan untuk menjaga kebersihan lingkungan, pembuatan lubang pembuangan sampah dan pembuatan WC darurat rumah tangga. Kegiatan lainnya yang muncul dari insiatif Tim Kesehatan Desa dan pemerintah desa di Tadulla Jangga dan Palakahembi di Sumba Timur yaitu sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat serta pemicuan kepada masyarakat untuk membuat dan menggunakan WC darurat yang sudah dimiliki.

Muncul dan terbangunnya inisiatif kesehatan masyarakat untuk terlibat aktif dalam upaya pemberantasan penyakit menular ini tentu saja membawa dampak positif terhadap tertanganinya kasus-kasus penyakit menular yang ada. Kasus TB tidak lagi dibiarkan dan dianggap batuk biasa, tetapi sudah ditangani melalui tahapan yang jelas. Dan bukan hanya kasus TB, melainkan juga diare, malaria, kusta dan HIV-AIDS. Hal ini menunjukkan kepedulian berbagai pihak di masyarakat dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, semakin meningkat.

Kerjasama yang Sinergis

Berkembangnya dukungan sosial dan inisiatif kesehatan masyarakat semakin diperkuat dengan kerjasama sinergis dari pemerintah daerah, melalui Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Semua puskesmas dengan petugas kesehatannya, baik bidan maupun perawat, sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan di desa-desa sasaran. Hal ini juga mendorong petugas kesehatan lainnya menjadi lebih aktif dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat. Di wilayah Alor, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten sendiri sering terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan CD Bethesda bersama TKD dan pemerintah desa, seperti sosialisasi tentang penyakit kusta dan aksi hari TB sedunia.

Selain itu, ada respon dan tindaklanjut dari Puskesmas di area program terhadap isu kesehatan yang diidentifikasi oleh masyarakat. Misalnya kasus-kasus gawat darurat yang dilaporkan masyarakat segera mendapat respons yang baik dari puskesmas dan Dinas Kesehatan. Di Alor, laporan Tim Kesehatan Desa melalui call center dalam kasus emergency ibu yang akan bersalin segera direspon dan bisa dirujuk ke Rumah Sakit. Puskesmas Malaka Barat merespon usulan masyarakat di desa Maktihan untuk mengadakan pemeriksaan golongan darah sebagai bank darah jika sewaktu-waktu dibutuhkan ibu melahirkan mengalami situasi emergency. Ada 103 orang yang melakukan cek golongan darah. Puskesmas Pandawai di Sumba Timur merespon usulan masyarakat di desa Palakahembi dan Watumbaka untuk memfasilitasi sosialisasi dan penjaringan suspek TB.

Sinergi yang baik antara Tim Kesehatan Desa, Kader Posyandu, Pemerintah Desa, Puskesmas, Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten, Palang Merah Indonesia, RSUD, Bupati dan masyarakat secara umum terbukti telah membawa banyak perubahan positif ke arah peningkatan kesehatan masyarakat. Sehingga ke depan, sedapat mungkin sinergi untuk mencapai visi yang sama terwujudnya masyarakat yang sehat dan sejahtera dapat lebih didukung dengan pengalokasikan dana dan anggaran yang ada secara lebih tertata.(*)